Halo, readers! Kalian udah siap belum untuk menghadapi PAS Bahasa Jawa Kelas 2 Semester 1? Nah, buat bantu kalian belajar, mimin punya koleksi soal-soal PAS yang bisa kalian kerjakan nih. Yuk, langsung aja cek!
Soal-soal ini disusun sesuai dengan materi yang udah dipelajari selama semester 1. Mulai dari materi unggah-ungguh, kosakata, hingga tata bahasa. Format soal pun beragam, ada pilihan ganda, isian singkat, dan uraian. Jadi, kalian bisa menguji pemahaman kalian secara menyeluruh.
Jangan lupa kerjakan soal-soalnya dengan teliti dan manfaatkan waktu yang ada dengan baik ya. Ingat, PAS adalah kesempatan kalian untuk menunjukkan hasil belajar kalian selama ini. Selamat mengerjakan dan semoga sukses!
Bank Soal Bahasa Jawa Kelas 2 Semester 1 PAS
Materi Aksara Hanacaraka
**Mengenal Aksara Hanacaraka**Aksara Hanacaraka merupakan aksara asli yang digunakan dalam bahasa Jawa. Aksara ini berjumlah 20, yaitu:- Ha- Na- Ca- Ra- Ka- Da- Ta- Sa- Wa- La- Pa- Dha- Ja- Ya- Nya- Ma- Ga- Ba- Tha- NgaSelain 20 aksara dasar tersebut, terdapat pula 5 aksara sandhangan, yaitu:- Pasangan- Murda- Suku- Wignyan- LayarAksara Hanacaraka digunakan untuk menulis kata-kata dalam bahasa Jawa. Setiap aksara mewakili satu bunyi, sehingga untuk menulis sebuah kata, diperlukan beberapa aksara yang dirangkai.**Membaca Aksara Hanacaraka**Untuk membaca aksara Hanacaraka, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:- Urutan aksara mengikuti urutan yang disebutkan di atas.- Aksara yang berpasangan dibaca bersama-sama, misalnya “ka” dibaca sebagai “k”.- Aksara yang diberi murda dibaca dengan bunyi sengau, misalnya “ga” dibaca sebagai “ng”.- Aksara yang diberi suku dibaca dengan bunyi yang lebih pendek, misalnya “sa” dibaca sebagai “s”.- Aksara yang diberi wignyan dibaca dengan bunyi yang lebih panjang, misalnya “a” dibaca sebagai “aa”.- Aksara yang diberi layar dibaca dengan bunyi yang lebih rendah, misalnya “u” dibaca sebagai “o”.**Menulis Aksara Hanacaraka**Untuk menulis aksara Hanacaraka, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:- Bentuk setiap aksara harus ditulis sesuai dengan kaidah yang benar.- Aksara yang berpasangan harus ditulis dengan garis yang menyambung.- Aksara yang diberi sandhangan harus ditulis dengan tanda sandhangan yang sesuai.- Urutan aksara harus ditulis sesuai dengan urutan yang benar.Berikut adalah beberapa contoh penulisan aksara Hanacaraka:- Kata “rumah” ditulis sebagai “हरूꦩꦃ”.- Kata “sekolah” ditulis sebagai “ꦱꦺꦏꦺꦴꦭꦃ”.- Kata “bahasa” ditulis sebagai “ꦧꦃꦱ”.
Materi Unggah-Ungguh
Unggah-ungguh merupakan salah satu aspek penting dalam budaya Jawa yang mengatur tata krama dan sopan santun dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Pemahaman dan penerapan unggah-ungguh sangat penting untuk menjaga harmoni dan keselarasan dalam masyarakat Jawa. Materi unggah-ungguh yang diajarkan pada kelas 2 semester 1 PAS meliputi pengertian, bentuk-bentuk, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Unggah-Ungguh
Unggah-ungguh secara etimologis berasal dari kata “unggah” yang berarti naik dan “ungguh” yang berarti sopan. Dengan demikian, unggah-ungguh dapat diartikan sebagai sikap atau perilaku sopan yang mencerminkan hormat dan penghargaan kepada orang lain. Unggah-ungguh mencakup tata cara berbicara, bertingkah laku, dan berpakaian yang sesuai dengan situasi dan lawan bicara.
Bentuk-bentuk Unggah-Ungguh
Unggah-unggah memiliki beragam bentuk yang disesuaikan dengan situasi dan lawan bicara. Bentuk-bentuk tersebut antara lain:
- Unggah-ungguh basa, yaitu tata cara berbicara dengan menggunakan bahasa yang halus dan sopan, serta menghindari kata-kata kasar atau tidak pantas.
- Unggah-ungguh laku, yaitu tata cara berperilaku yang mencerminkan sopan santun, seperti hormat kepada orang tua, menghormati guru, dan menghargai tamu.
- Unggah-ungguh busana, yaitu tata cara berpakaian yang sesuai dengan situasi dan lawan bicara. Busana harus rapi dan sopan, tidak mencolok atau terlalu terbuka.
Tata Cara Menggunakan Unggah-Ungguh
Dalam menerapkan unggah-ungguh, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
- Menyesuaikan dengan situasi, yaitu memilih bentuk unggah-ungguh yang sesuai dengan situasi formal atau tidak formal.
- Menyesuaikan dengan lawan bicara, yaitu menggunakan bentuk unggah-ungguh yang sesuai dengan usia, status sosial, dan hubungan dengan lawan bicara.
- Bersikap konsisten, yaitu menerapkan unggah-ungguh secara konsisten dalam setiap situasi dan dengan setiap orang.
Penerapan Unggah-Ungguh dalam Kehidupan Sehari-hari
Penerapan unggah-ungguh dalam kehidupan sehari-hari sangat penting untuk menciptakan suasana yang harmonis dan saling menghormati. Beberapa contoh penerapan unggah-ungguh dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
- Menyapa orang lain dengan sopan, seperti “Sugeng enjing, Bu” atau “Sugeng sonten, Pak”.
- Bertanya kabar dengan tata cara yang halus, seperti “Piye kabare, Bu?” atau “Kados pundi kabare, Mas?”.
- Menghormati orang tua dengan cara berbicara yang sopan dan mendengarkan nasihat dengan seksama.
- Menghargai tamu dengan menyambutnya dengan ramah dan menyuguhkan makanan dan minuman.
- Berpakaian sopan dan rapi saat menghadiri acara formal atau bertemu dengan orang yang dihormati.
Dengan menerapkan unggah-ungguh dengan baik, kita dapat menciptakan masyarakat yang harmonis, saling menghormati, dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Jawa.
Bank Soal Bahasa Jawa Kelas 2 Semester 1 PAS
Materi Kalimat
Dalam bahasa Jawa, kalimat merupakan suatu kesatuan gagasan yang disampaikan melalui rangkaian kata-kata. Kalimat yang baik memenuhi kriteria tertentu, di antaranya:
- Mengandung subjek dan predikat
- Menggunakan susunan kata yang tepat
- Memiliki tanda baca yang sesuai
Pengertian Kalimat
Kalimat merupakan untaian kata yang mengandung satu pikiran atau pesan yang utuh. Kalimat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Memiliki pokok pikiran yang jelas
- Mempunyai subjek dan predikat
- Ditutup dengan tanda baca (titik, koma, tanda tanya, atau tanda seru)
Jenis-jenis Kalimat
Berdasarkan fungsinya, kalimat dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain:
- Kalimat berita: Kalimat yang menyatakan suatu informasi atau fakta.
- Kalimat tanya: Kalimat yang digunakan untuk menanyakan sesuatu.
- Kalimat perintah: Kalimat yang digunakan untuk memerintah atau meminta sesuatu.
- Kalimat seruan: Kalimat yang digunakan untuk menyatakan perasaan atau ekspresi.
Selain itu, kalimat juga dapat dibedakan berdasarkan strukturnya, yaitu:
- Kalimat tunggal: Kalimat yang terdiri dari satu klausa.
- Kalimat majemuk: Kalimat yang terdiri dari dua atau lebih klausa.
Struktur Kalimat
Struktur kalimat dalam bahasa Jawa biasanya terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu:
- Subjek: Unsur kalimat yang menunjuk pada pelaku atau objek yang melakukan tindakan.
- Predikat: Unsur kalimat yang menunjuk pada tindakan, keadaan, atau sifat yang dialami subjek.
- Objek: Unsur kalimat yang melengkapi predikat dan menunjukkan sasaran atau hasil dari tindakan.
Struktur kalimat dalam bahasa Jawa berbeda dengan struktur kalimat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Jawa, subjek biasanya diletakkan di akhir kalimat, sedangkan dalam bahasa Indonesia, subjek diletakkan di awal kalimat.Contoh:Bahasa Jawa: “Bapak dolan ing Jakarta.” (Ayah pergi ke Jakarta.)Bahasa Indonesia: “Ayah pergi ke Jakarta.”Selain subjek, predikat, dan objek, kalimat juga dapat dilengkapi dengan unsur-unsur lain, seperti keterangan tempat, waktu, cara, dan alat. Keterangan ini berfungsi untuk memperjelas atau melengkapi makna kalimat.Contoh:”Bapak dolan ing Jakarta kemaren.” (Ayah pergi ke Jakarta kemarin.)Dalam kalimat tersebut, “kemaren” merupakan keterangan waktu yang memperjelas waktu terjadinya peristiwa.Dengan memahami pengertian, jenis-jenis, dan struktur kalimat, siswa dapat menyusun kalimat yang baik dan benar dalam bahasa Jawa. Hal ini penting untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Jawa secara efektif.
Unsur-unsur Tembang Macapat
1. Guru Wilangan
Guru wilangan merupakan jumlah suku kata dalam setiap baris tembang macapat. Setiap jenis tembang macapat memiliki guru wilangan yang berbeda-beda, yaitu:- **Kinanthi:** 20 suku kata per baris- **Asmarandana:** 21 suku kata per baris- **Gambuh:** 22 suku kata per baris- **Dhandhanggula:** 23 suku kata per baris- **Senggakan:** 24 suku kata per baris
2. Guru Lagu
Guru lagu adalah jumlah suku kata yang mendapat tekanan atau aksentuasi nada. Sama seperti guru wilangan, setiap jenis tembang macapat memiliki guru lagu yang berbeda-beda, yaitu:- **Kinanthi:** 5 guru lagu- **Asmarandana:** 5 guru lagu- **Gambuh:** 6 guru lagu- **Dhandhanggula:** 6 guru lagu- **Senggakan:** 6 guru lagu
3. Guru Gatra
Guru gatra adalah jumlah baris dalam satu bait tembang macapat. Setiap jenis tembang macapat juga memiliki guru gatra yang berbeda-beda, yaitu:- **Kinanthi:** 5 baris per bait- **Asmarandana:** 4 baris per bait- **Gambuh:** 4 baris per bait- **Dhandhanggula:** 4 baris per bait- **Senggakan:** 4 baris per bait
4. Guru Rinci
Guru rinci adalah aturan rinci yang mengatur tata cara pelafalan setiap suku kata dalam tembang macapat, termasuk pelafalan vokal, konsonan, dan aksara pasangan. Aturan ini sangat kompleks dan berbeda-beda untuk setiap jenis tembang macapat.
Aturan Umum Guru Rinci
Terdapat beberapa aturan umum yang berlaku untuk semua jenis tembang macapat, yaitu:- **Pelafalan Vokal:** Vokal “a” diucapkan dengan bunyi yang jelas dan tegas, sedangkan vokal “e” diucapkan dengan bunyi yang tipis dan samar.- **Pelafalan Konsonan:** Konsonan “d”, “t”, dan “n” diucapkan dengan bunyi yang diletupkan, sedangkan konsonan “h” diucapkan dengan bunyi aspirasi yang kuat.- **Pelafalan Aksara Pasangan:** Aksara pasangan diucapkan sesuai dengan pasangannya, seperti “nga” diucapkan “ngga”, “ny” diucapkan “nny”, dan seterusnya.
Aturan Khusus Guru Rinci untuk Setiap Jenis Tembang Macapat
Selain aturan umum di atas, setiap jenis tembang macapat juga memiliki aturan khusus guru rinci yang berbeda-beda. Berikut ini adalah beberapa contohnya:- **Kinanthi:** Vokal “u” diucapkan dengan bunyi yang sedikit tertutup, sedangkan konsonan “r” diucapkan dengan bunyi getar yang jelas.- **Asmarandana:** Vokal “i” diucapkan dengan bunyi yang tipis dan samar, sedangkan konsonan “l” diucapkan dengan bunyi yang lirih.- **Gambuh:** Vokal “e” diucapkan dengan bunyi yang panjang dan seret, sedangkan konsonan “h” diucapkan dengan bunyi aspirasi yang kuat.- **Dhandhanggula:** Vokal “o” diucapkan dengan bunyi yang terbuka dan lebar, sedangkan konsonan “d” diucapkan dengan bunyi yang diletupkan dengan kuat.- **Senggakan:** Vokal “u” diucapkan dengan bunyi yang sedikit terbuka, sedangkan konsonan “s” diucapkan dengan bunyi desis yang jelas.Aturan guru rinci ini sangat penting untuk diperhatikan agar pengucapan tembang macapat sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dan menghasilkan keindahan nada dan irama.
Bank Soal Bahasa Jawa Kelas 2 Semester 1 PAS
Materi Wirama
**Pengertian Wirama**
Wirama adalah susunan nada dan suara yang mengandung irama dan melodi dalam suatu lagu. Irama dalam bahasa Jawa disebut wajang atau gending. Wirama memberikan keindahan dan variasi pada lagu sehingga enak didengar.
**Unsur-unsur Wirama**
Unsur-unsur wirama meliputi:
- Lancar (Pelog): nada pokok yang berjarak satu oktaf, terdiri dari 7 nada.
- Cepat (Slendro): nada pokok yang berjarak 1,5 oktaf, terdiri dari 5 nada.
- Magat: irama dan melodi yang digunakan dalam tembang atau kidung.
- Patetan: pola melodi dasar yang mendasari sebuah lagu.
- Swara: tinggi rendahnya nada.
- Tempo: kecepatan lagu.
- Dinamik: keras lembutnya suara.
- Articulasi: kejelasan pengucapan.
**Jenis-jenis Wirama**
Jenis-jenis wirama dalam bahasa Jawa antara lain:
- Wirama Cilik: wirama yang pendek dan sederhana.
- Wirama Sedheng: wirama yang sedang-sedang saja, tidak terlalu cepat atau lambat.
- Wirama Gede: wirama yang panjang dan kompleks.
- Wirama Kawit: wirama yang digunakan dalam puisi Jawa.
- Wirama Dhandhanggula: wirama yang digunakan dalam tembang macapat.
- Wirama Asmarandana: wirama yang digunakan dalam tembang macapat.
**Materi Pitutur Luhur****Pengertian Pitutur Luhur**Pitutur luhur merupakan ajaran atau nasihat bijak berisi nilai-nilai moral dan etika yang baik. Ajaran ini biasanya disampaikan oleh orang yang dihormati dan dianggap memiliki kebijaksanaan, seperti orang tua, guru, atau tokoh masyarakat.**Macam-macam Pitutur Luhur**Terdapat berbagai macam pitutur luhur yang diajarkan dalam kebudayaan Jawa, di antaranya:* **Pitutur tentang sikap hidup:** Menekankan pentingnya sikap positif, sabar, jujur, dan bertanggung jawab.* **Pitutur tentang hubungan sosial:** Memberikan panduan dalam berinteraksi dengan sesama, seperti menghormati orang lain, menjaga harmoni, dan saling tolong-menolong.* **Pitutur tentang lingkungan hidup:** Mengajarkan pentingnya menjaga kelestarian alam dan memelihara lingkungan sekitar.* **Pitutur tentang spiritualitas:** Berisi ajaran mengenai hubungan manusia dengan Tuhan, etika beribadah, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.**Penerapan Pitutur Luhur dalam Kehidupan Sehari-hari**Pitutur luhur memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh penerapan pitutur luhur:* **Menghormati orang tua:** Dalam budaya Jawa, menghormati orang tua sangat dijunjung tinggi. Pitutur luhur mengajarkan untuk selalu bersikap sopan, mendengar nasehat, dan berbakti kepada orang tua.* **Bersikap jujur:** Kejujuran merupakan salah satu nilai luhur yang diajarkan dalam pitutur Jawa. Seseorang yang jujur akan selalu berkata benar dan tidak melakukan kecurangan.* ** menjaga kebersihan:** Menjaga kebersihan lingkungan sekitar menjadi salah satu wujud penerapan pitutur luhur tentang lingkungan hidup. Seseorang yang taat pada ajaran ini akan selalu menjaga kebersihan tempat tinggal, sekolah, dan fasilitas umum lainnya.* **Bersikap sabar:** Kesabaran merupakan kunci keberhasilan dalam banyak hal. Pitutur luhur Jawa mengajarkan untuk selalu sabar dalam menghadapi masalah dan tidak mudah terprovokasi.* **Menghargai perbedaan:** Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman. Pitutur luhur Jawa mengajarkan untuk menghargai perbedaan dan hidup berdampingan secara damai dengan sesama, meskipun memiliki latar belakang yang berbeda.Dengan menerapkan pitutur luhur dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menjadi individu yang berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan memiliki karakter yang baik, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun bangsa.