Halo, para pejuang bahasa Jawa! Sudah siap menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS) yang tinggal menghitung hari? Nah, kali ini Juragan Les akan bagi-bagi soal-soal UTS Bahasa Jawa Kelas 2 Semester 1 khusus buat kalian. Tenang aja, soalnya nggak bakal bikin kalian pusing tujuh keliling kok. Yuk, kita langsung aja bahas!
Dalam soal UTS ini, kalian akan diuji kemampuan memahami teks, menulis aksara Jawa, menyusun kalimat, dan menulis karangan sederhana. Jangan lupa untuk perhatikan petunjuk pengerjaan setiap soal dengan seksama ya. Kalian punya waktu yang cukup untuk mengerjakannya, jadi jangan terburu-buru dan kerjakan dengan teliti.
Semoga soal-soal UTS Bahasa Jawa ini bermanfaat untuk kalian semua. Ingat, persiapan yang matang adalah kunci sukses. Semangat belajar dan semoga sukses dalam mengerjakan UTS-nya!
Soal UTS Bahasa Jawa Kelas 2 Semester 1
Materi yang Diujikan
– Dhapur Gancaran- Geguritan- Serat Wulangreh
Dhapur Gancaran
Dhapur Gancaran merupakan salah satu jenis karya sastra Jawa berupa prosa yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
– Berisi cerita yang lepas dan tidak berkait dengan cerita sebelumnya.- Bersifat fiktif dan tidak berdasarkan kejadian nyata.- Bertujuan untuk menghibur pembaca dengan cerita yang menarik dan lucu.- Disajikan dalam bentuk dialog atau monolog.- Menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami.
Contoh dhapur gancaran antara lain:
– “Cerita Kancil Nyolong Timun”- “Cerita Si Kabayan”- “Cerita Pak Belalang dan Pak Semut”
Geguritan
Geguritan adalah jenis puisi Jawa yang bercirikan bentuk tembang dan berisi ajaran moral atau filsafat hidup. Geguritan memiliki beberapa jenis, antara lain:
– **Geguritan Durma**: Berisi ajaran tentang kebajikan dan kebenaran.- **Geguritan Wirama**: Berisi ajaran tentang keberanian dan kepahlawanan.- **Geguritan Asmara**: Berisi ajaran tentang cinta dan kasih sayang.- **Geguritan Didaktis**: Berisi ajaran tentang ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Salah satu contoh geguritan terkenal adalah “Serat Wulangreh” karya Sunan Bonang, yang berisi ajaran moral dan filsafat hidup.
Serat Wulangreh
Serat Wulangreh adalah salah satu karya sastra Jawa terpenting yang ditulis oleh Sunan Bonang pada abad ke-15. Serat Wulangreh berisi ajaran moral dan filsafat hidup yang sangat mendalam dan relevan hingga saat ini. Ajaran-ajaran dalam Serat Wulangreh antara lain meliputi:
– Pentingnya berbakti kepada Tuhan- Pentingnya menghormati orang tua dan sesama- Pentingnya menjaga kebersihan dan kesucian diri- Pentingnya menghindari sifat dengki dan iri hati- Pentingnya mencari ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan
Serat Wulangreh disajikan dalam bentuk tembang macapat yang indah dan mudah dipahami. Karya ini telah menjadi pedoman hidup bagi masyarakat Jawa selama berabad-abad.
Tata Bahasa Jawa
Tata Bahasa Baku
Bahasa baku adalah bahasa yang digunakan dalam situasi formal, seperti dalam pendidikan, pemerintahan, dan media massa. Bahasa baku memiliki ciri-ciri, kaidah penulisan, dan penggunaan yang baku dan dipatuhi oleh penuturnya.- **Ciri-ciri Bahasa Baku**Bahasa baku memiliki beberapa ciri-ciri, sebagai berikut:* Menggunakan kosakata baku, yaitu kosakata yang sesuai dengan kaidah bahasa yang telah disepakati.* Menggunakan tata bahasa baku, yaitu aturan-aturan yang mengatur penggunaan kata, frasa, dan kalimat dalam bahasa.* Menggunakan intonasi dan lafal yang baku, yaitu cara pengucapan yang sesuai dengan kaidah bahasa.* Menghindari penggunaan kata-kata atau frasa yang bersifat daerah, vulgar, atau tidak baku.* Menggunakan kalimat yang jelas, ringkas, dan efektif.- **Aturan Penulisan Bahasa Baku**Bahasa baku memiliki aturan penulisan yang baku, yaitu:* Menggunakan huruf kapital pada awal kalimat, nama diri, awal nama jabatan, dan awal nama tempat.* Menggunakan tanda baca dengan benar, seperti titik, koma, titik dua, tanda tanya, dan tanda seru.* Menulis kata-kata tanpa spasi, kecuali untuk kata-kata yang memang harus ditulis dengan spasi, seperti nama orang dan nama tempat.* Menggunakan tanda hubung untuk menyambung kata-kata yang terpenggal pada akhir baris.- **Penggunaan Bahasa Baku**Bahasa baku digunakan dalam situasi-situasi formal, seperti:* Dalam pendidikan, seperti dalam perkuliahan, seminar, dan penulisan karya ilmiah.* Dalam pemerintahan, seperti dalam rapat resmi, surat-surat resmi, dan pidato resmi.* Dalam media massa, seperti dalam berita, artikel, dan wawancara.Bahasa baku juga digunakan dalam situasi-situasi semi formal, seperti:* Dalam dunia bisnis, seperti dalam rapat perusahaan dan penulisan dokumen resmi.* Dalam kegiatan sosial, seperti dalam pidato pada acara-acara tertentu.Dengan menggunakan bahasa baku, penuturnya dapat menyampaikan informasi dengan jelas, efektif, dan sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
Tata Busana Jawa
Tata busana Jawa merujuk pada sistem pakaian tradisional yang dikenakan oleh masyarakat Jawa. Pakaian-pakaian ini memiliki keunikan dan filosofi tersendiri yang mencerminkan nilai-nilai budaya Jawa.
Jenis-jenis Busana Jawa
Surjan
Surjan adalah kemeja tradisional Jawa yang dikenakan oleh pria. Ciri khas surjan terletak pada kancingnya yang disebut kancing cina atau kancing kop. Surjan umumnya terbuat dari bahan kain batik dan memiliki lengan panjang. Terdapat berbagai jenis surjan, di antaranya surjan lurik, surjan kendit, dan surjan sabuk. Surjan lurik memiliki motif garis-garis, sedangkan surjan kendit memiliki motif kotak-kotak kecil. Surjan sabuk, seperti namanya, memiliki ikat pinggang yang disebut sabuk.
Kebaya
Kebaya adalah pakaian tradisional Jawa yang dikenakan oleh wanita. Kebaya umumnya terbuat dari bahan kain tipis seperti sutra, brokat, atau katun. Kebaya memiliki potongan yang longgar dan biasanya dipadukan dengan kain jarik atau batik sebagai bawahannya. Terdapat berbagai jenis kebaya, di antaranya kebaya kartini, kebaya kutu baru, dan kebaya encim. Kebaya kartini memiliki potongan yang sederhana dan lengan tiga perempat. Kebaya kutu baru memiliki potongan yang lebih modern dengan lengan panjang dan kerah yang tinggi. Kebaya encim memiliki pengaruh budaya Tionghoa dengan bagian dada yang tertutup dan kerah yang khas.
Jarik
Jarik adalah kain batik yang digunakan sebagai bawahan dalam busana Jawa. Jarik memiliki ukuran yang panjang dan biasanya diikatkan dengan simpul yang disebut wiron. Terdapat berbagai jenis motif jarik, di antaranya jarik sidomukti, jarik sidoasih, dan jarik semen. Jarik sidomukti memiliki motif yang melambangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Jarik sidoasih memiliki motif yang melambangkan cinta dan kasih sayang. Jarik semen memiliki motif yang melambangkan kesuburan dan kemakmuran.
Kesenian Jawa
Salah satu aspek penting dalam budaya Jawa adalah keseniannya yang beragam dan kaya. Dari beragam jenis tarian, musik, hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit, kesenian Jawa memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakatnya. Wayang kulit, khususnya, merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang paling terkenal dan dihormati di Jawa.
Wayang Kulit
Wayang kulit adalah seni pertunjukan tradisional yang menggunakan boneka kulit sebagai media ceritanya. Boneka-boneka ini biasanya terbuat dari kulit kerbau yang diukir dengan indah dan dilukis secara detail. Pertunjukan wayang kulit biasanya diiringi oleh musik gamelan, yang terdiri dari berbagai alat musik tradisional seperti kendang, gong, dan saron.
Jenis-jenis Wayang Kulit
Terdapat beberapa jenis wayang kulit yang umum ditemukan di Jawa, antara lain:- **Wayang Purwa:** Jenis wayang kulit yang paling populer, menceritakan kisah-kisah dari epos Mahabharata dan Ramayana. Boneka-boneka dalam wayang purwa memiliki bentuk yang khas dan wajah yang sangat detail dan ekspresif.- **Wayang Golek:** Jenis wayang kulit yang menggunakan boneka berbahan kayu yang diukir dan diwarnai. Wayang golek biasanya menampilkan kisah-kisah dari Jawa Tengah dan memiliki gaya yang lebih realistis.- **Wayang Klitik:** Jenis wayang kulit yang menggunakan boneka berbahan kayu yang lebih kecil dan sederhana dari wayang golek. Wayang klitik biasanya menampilkan kisah-kisah komedi dan kisah dari kehidupan sehari-hari.
Bagian-bagian Wayang Kulit
Setiap boneka wayang kulit terdiri dari beberapa bagian, antara lain:- **Kepala:** Bagian teratas dari boneka yang biasanya diukir dengan wajah dan mahkota.- **Tangan:** Bagian yang dapat digerakkan dan digunakan untuk melakukan berbagai gerakan.- **Kaki:** Bagian yang menopang boneka dan biasanya diukir dengan detail yang indah.- **Batang:** Bagian yang digunakan untuk mengendalikan boneka dan menghubungkannya dengan dalang.
Gerakan Wayang Kulit
Gerakan wayang kulit sangat halus dan kompleks, dan setiap gerakan memiliki makna simbolisnya masing-masing. Gerakan-gerakan ini dikendalikan oleh dalang, yang duduk di belakang layar dan mengendalikan boneka menggunakan batang. Beberapa gerakan umum dalam wayang kulit antara lain:- **Gerakan Ngithing:** Gerakan untuk memutar boneka ke samping.- **Gerakan Sambang:** Gerakan untuk menggerakkan boneka maju dan mundur.- **Gerakan Geder:** Gerakan untuk memukul boneka dengan tangan.- **Gerakan Pupuh:** Gerakan untuk membenturkan boneka satu sama lain.- **Gerakan Ngudar:** Gerakan untuk mengayunkan boneka dari sisi ke sisi.Pertunjukan wayang kulit biasanya berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari, dan merupakan salah satu bentuk hiburan yang paling dihargai dalam budaya Jawa. Cerita yang disampaikan dalam wayang kulit tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga mengandung nilai-nilai moral dan filosofis yang dapat dipetik oleh penontonnya.
Sastra Jawa
Serat Centhini
Serat Centhini merupakan sebuah karya sastra Jawa yang sangat terkenal dan monumental. Serat yang disusun oleh Sutowijoyo ini ditulis pada masa pemerintahan Raja Pakubuwana V (1823-1858) dari Kasunanan Surakarta.
Serat Centhini terdiri dari 12 jilid dan menceritakan tentang perjalanan seorang tokoh bernama Empu Sedah dan Empu Genthong yang melakukan pengembaraan di seluruh tanah Jawa. Dalam perjalanannya, mereka bertemu dengan berbagai tokoh dan mengalami beragam kejadian yang mencerminkan nilai-nilai dan budaya Jawa pada saat itu.
Selain kisahnya yang menarik, Serat Centhini juga memiliki nilai sastra yang tinggi. Bahasa yang digunakan sangat puitis dan kaya akan perumpamaan serta simbolisme. Serat ini juga menjadi sumber informasi penting tentang kehidupan sosial, budaya, dan keagamaan masyarakat Jawa pada abad ke-19.
Nilai-nilai Luhur dalam Serat Centhini
Serat Centhini tidak hanya menyuguhkan kisah yang menarik, tetapi juga mengandung banyak nilai-nilai luhur yang dapat dipetik oleh pembaca. Beberapa nilai luhur tersebut antara lain:
- Gotong royong: Serat Centhini menggambarkan pentingnya nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat Jawa. Tokoh Empu Sedah dan Empu Genthong selalu bekerja sama dan saling membantu dalam menghadapi berbagai rintangan.
- Kesederhanaan: Serat Centhini mengajarkan nilai kesederhanaan dan tidak tamak. Tokoh-tokoh dalam cerita ini hidup sederhana dan tidak mementingkan harta benda.
- Kesabaran: Serat Centhini menekankan pentingnya nilai kesabaran dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Tokoh Empu Sedah dan Empu Genthong selalu bersabar dan tidak mudah menyerah.
- Ketaatan: Serat Centhini mengajarkan nilai ketaatan kepada norma-norma sosial dan agama. Tokoh-tokoh dalam cerita ini selalu menghormati orang tua dan para pemimpin, serta menjalankan ajaran agama dengan baik.
- Kekeluargaan: Serat Centhini menggambarkan pentingnya nilai kekeluargaan. Tokoh Empu Sedah dan Empu Genthong selalu saling menyayangi dan mendukung satu sama lain.
- Kearifan lokal: Serat Centhini berisi banyak kearifan lokal yang masih relevan hingga saat ini, seperti pentingnya melestarikan lingkungan, menghormati sesama, dan menjaga kerukunan antarumat beragama.
Pengaruh Serat Centhini dalam Kebudayaan Jawa
Serat Centhini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan Jawa. Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya telah menjadi pedoman hidup bagi masyarakat Jawa hingga saat ini.
Selain itu, Serat Centhini juga menjadi sumber inspirasi bagi banyak karya sastra, seni pertunjukan, dan tradisi lisan Jawa. Cerita dan tokoh-tokoh dalam Serat Centhini sering diangkat dalam pentas wayang, ketoprak, dan ludruk.
Pengaruh Serat Centhini juga dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Misalnya, nilai gotong royong yang terkandung dalam Serat Centhini masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat desa. Selain itu, nilai kesederhanaan dan kesabaran juga masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa.
Kebudayaan Jawa
Adat Istiadat Jawa
Upacara Kelahiran
Upacara kelahiran merupakan rangkaian adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk menyambut kelahiran seorang bayi. Upacara ini terdiri dari beberapa tahap, antara lain:
- Brokohan: Upacara ini dilakukan saat bayi berusia tujuh hari dengan mengadakan selamatan untuk mendoakan keselamatan dan kesehatan bayi.
- Tedak Siten: Upacara ini dilakukan saat bayi berusia delapan bulan dengan meletakkan bayi di atas tanah untuk pertama kalinya, yang melambangkan harapan agar bayi tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
- Upacara Potong Rambut: Upacara ini dilakukan saat bayi berusia satu tahun dengan memotong rambut bayi untuk pertama kalinya, yang melambangkan harapan agar bayi tersebut selalu sehat dan berumur panjang.
Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan dalam adat Jawa merupakan sebuah acara sakral dan sangat penting. Upacara ini memiliki banyak sekali rangkaian acara, antara lain:
- Ngabekti: Upacara ini dilakukan oleh kedua belah pihak keluarga untuk memohon restu dan doa kepada para leluhur.
- Siraman: Upacara ini dilakukan dengan memandikan calon pengantin dengan air kembang, yang melambangkan pembersihan diri dan harapan agar calon pengantin selalu bersih dan suci.
- Midodareni: Upacara ini dilakukan pada malam sebelum pernikahan, di mana calon pengantin pria diinapkan di rumah calon pengantin wanita.
- Ijab Qabul: Upacara ini merupakan inti dari pernikahan, di mana kedua calon pengantin mengucapkan akad nikah dan resmi menjadi suami istri.
- Panggih: Upacara ini merupakan pertemuan pertama antara kedua pengantin setelah resmi menikah, yang melambangkan harapan agar kedua pengantin dapat hidup rukun dan harmonis.
- Kacar-Kucur: Upacara ini dilakukan dengan saling menumpahkan air dari kendi, yang melambangkan harapan agar kedua pengantin dapat saling menyayangi dan memberikan kesejahteraan.
Upacara Kematian
Upacara kematian dalam adat Jawa merupakan sebuah upacara yang sangat sakral dan penuh dengan makna. Upacara ini terdiri dari beberapa tahap, antara lain:
- Masangkep: Upacara ini dilakukan dengan memandikan jenazah, mengkafani, dan memasukkan jenazah ke dalam peti mati.
- Upacara Nyekar: Upacara ini dilakukan dengan mengunjungi makam jenazah dan mendoakannya, yang melambangkan harapan agar jenazah dapat tenang di alam baka.
- Upacara Kenduren: Upacara ini dilakukan dengan mengadakan selamatan untuk mendoakan jenazah dan keluarganya, yang melambangkan harapan agar keluarga yang ditinggalkan dapat diberi kekuatan dan penghiburan.